Toxic Positivity vs Real Growth: Kamu Termasuk yang Mana?

Toxic positivity adalah dorongan untuk selalu terlihat "oke", berpikiran positif terus, bahkan ketika lagi struggling. Lalu, gimana sih idealnya?
Toxic Positivity

Kalo ngomongin soal Toxic Positivity, Pernah dengar kalimat,

“Kamu harus tetap positif terus dong!”, atau “Udah, jangan sedih terus, bersyukur aja!”

Kedengerannya positif, kan? Tapi… apakah itu sehat?

Di tengah gempuran konten self-improvement dan motivasi setiap hari, kita kadang jadi lupa membedakan: mana yang memang membantu kita tumbuh, dan mana yang cuma toxic positivity yang menyuruh kita menutupi luka.

Yuk kita bedah bareng—kamu termasuk yang mana?

Apa Itu Toxic Positivity?

Toxic positivity adalah dorongan untuk selalu terlihat “oke”, berpikiran positif terus, bahkan ketika lagi struggling.

Contohnya:

  • Kamu lagi stres berat, tapi malah dibilang, “Jangan lebay, bersyukur dong.”
  • Lagi patah hati berat, terus dikasih quotes motivasi tanpa ruang buat nangis dulu.
  • Nggak boleh ngeluh karena katanya “vibes kamu bisa nyebar ke orang lain.”

Toxic positivity bukan cuma nggak empati—tapi juga bikin kita menekan emosi asli yang harusnya diproses dengan sehat.

Apa Itu Real Growth?

Real growth alias pertumbuhan diri yang sehat bukan soal selalu senyum atau positif. Tapi:

  1. Bisa jujur dengan diri sendiri saat lagi nggak baik-baik aja.
  2. Nggak denial kalau hidup kadang chaos.
  3. Mau refleksi, ngaca, dan pelan-pelan bangkit lagi.

Real growth itu embracing the pain → bukan mengabaikannya.

Coba Jujur ke Diri Sendiri:

Berikut 3 pertanyaan singkat buat ngecek, kamu selama ini lebih condong ke toxic positivity atau real growth?

Saat temanmu curhat soal masalah berat, kamu:

A. Cepat-cepat kasih solusi atau bilang “Yang sabar ya”

B. Dengerin dulu dan validasi perasaannya

Saat kamu lagi gagal atau sedih, kamu:

A. Paksa dirimu “gapapa, aku harus kuat”

B. Kasih ruang untuk istirahat dan ngobrol dengan diri sendiri

Menurutmu, jadi orang yang selalu kelihatan bahagia itu:

A. Bukti sukses & sehat mental

B. Belum tentu—kadang justru menekan masalah dalam diri

Kalau kamu banyak jawab A, mungkin kamu masih kebawa arus toxic positivity yang nggak sadar nyelip di keseharian kita.

Tapi tenang—kamu bisa mulai berubah pelan-pelan.

Jadi, Gimana Caranya Beralih ke Real Growth?

Berikut tips ringan ala Generazi:

✅ Berhenti jadi “pemadam emosi” – Validasi dulu perasaanmu sebelum nyari solusinya.
✅ Ganti kalimat otomatis kayak “Gapapa kok” jadi “Aku ngerti itu pasti berat buat kamu.”
✅ Jurnal malam – Luangin 5 menit buat nulis hal jujur yang kamu rasain hari itu.

Kurangi konten motivasi toxic yang nyuruh kamu kuat terus tanpa arah yang jelas.

Refleksi Mini Hari Ini

“Apa perasaan yang sebenarnya aku rasakan hari ini… dan apa yang kubutuhkan sekarang?”

Luangin 2 menit, tutup HP sebentar, dan jawab pertanyaan itu.

Bisa jadi titik awal buat real growth kamu.

Yuk Lanjut ke Refleksi Lebih Dalam…

Kalau kamu pengin belajar cara berdamai sama luka lama, kamu bisa baca artikel lanjutan di Farhangga.com – tempat refleksi lebih dalam dan konten self-growth yang mindful.

Kalau kamu suka artikel ini, share ke temanmu yang sering bilang “aku gapapa kok” padahal hatinya berantakan 💔

Atau tinggalin komentar: menurut kamu, gimana cara jadi positif tapi tetap manusiawi?

Share ya..
Facebook
X
Pinterest
WhatsApp
LinkedIn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel lain: